sajak, sastra, puisi, poetry, poem, writing, menulis, cerpen, novel, diksi,
 
oleh Feriyanto Arief pada 16 Juni 2011 jam 22:23

tubuh renta berkain merah muda
lusuh mencangkung di panas kota
gemetar tangan
memetik tembang kehidupan

asmarandana
tentang rindu tersimpan nun jauh disana
masai kusut ditelan masa
luluh lantak keringkan air mata

seribu rupiah
dandang gula mengalun lemah
janji bertemu musnah sudah
hanya hari bergelimang resah
nafas sengal suara parau

debu jalan hujani kemarau
gontai langkah lanjutkan angan
belahan jiwa hilang ditelan zaman
nenek renta siter tua
tertatih lelah susuri masa

 
bertemu juga akhirnya kita.
dibawah panas matahari siang
setelah beberapa perjanjian
terpaksa terbang dibawa angin

sangat kelihatan
kerinduanmu tak dapat ditangguhkan
walau hanya sekadar
menunggu matahari redup perlahan

lalu
ceritamupun mengalir deras
tanpa tertahan..
tentang segala hal tentang segala impian.

peluh mengalir tiada henti
itupun rupanya kau tak peduli
karna pertemuan takkan lagi terjadi
untuk tahun tahun yang kan berganti.

karna itu mari lepaskan rindu hingga tuntas.
walau dibawah matahari panas.

oleh Feriyanto Arief pada 03 Juni 2011 jam 15:33
 
kita bangun ruang ruang komunikasi.
untuk dapat kita berinteraksi.
bercakap dan saling berbagi
walau kadang membawa tangis
namun itulah yang harus kita jalani.

pada ujung ujung perbincangan
selalu saja hal baru kutemukan
tanpa sebelumnya tersadarkan
ada segala ditakar dibandingkan
tanpa satupun maksud yang lain.

kesetaraan tak ada bagimu
setelah banyak kudapat dari berjalannya waktu
tersandung tersungkur itu aku selalu
selalu tangan terulur tuk bangunkanku
tak pernah lelah mundur lalu
selalu ada mana kulelah dan mencarimu

andai kurasa kaki menjauh kini
tak sedikitpun hilang percaya diri
tuk hilang arah kemudian lalai
melepaskan apa yang slama ini tergadai

oleh Feriyanto Arief pada 02 Juni 2011 jam 6:11
 
harusnya sudah dari awal
kau sadari
kemana setapak ini mengarah
sehingga kau langkahkan kakimu
menuju sana.

terjal jalan yang kau pilih,
beronak dan penuh duri
serta lumpur lumpur penjebak
yang bahkan petualang bodoh pun
segera akan menyadarinya.

namun
kakimu tlah terlalu jauh
dan teriakan serta peluit tiada guna
saat tersadar
bukan oase, danau kecil atau 
air terjun yang kau dapat
sbagai pelepas dahaga yang kau kira
dimana kau bisa tenang 
membuka tenda di sana.

hanya fatamorgana..

lalu kenapa kau harus mencaci
sumpah serapah bahkan tangis
ku pikir
kau cukup tangguh untuk
berjalan pulang atau
mati di sana
sebagaimana halnya kesejatian
seperti petualanganmu yang
sudah sudah.

pilihan selalu ada..
andai kematianpun yang harus
kau tempuh.
matilah sebagai petualang..
hanya senyum..
tanpa air mata.




oleh Feriyanto Arief pada 31 Mei 2011 jam 6:40
 
kuserahkan sepotong tulang gagak putih ini
sebagai pengikat diriku
bahwa ku akan kembali menjemput dirimu
walau musim-musim berlalu
dalam dingin menggigil
atau kerontang memanjang

bahkan pada saat hidup dalam pasungan
dan harapan-harapan semakin tipis tanpa kepastian
kuharap ia mampu sampaikan pesan
jiwa belum termatikan...!!

saat kaki kaki kuda menderu menyerbu
kau akan tahu
masa-masa itu tlah berlalu
dalam pelukan padang rumput menghijau
dan semilir angin mengombak mengalun
membawa harum aroma tubuhmu

sepotong tulang burung gagak putih
tolong kau simpan rapat rapat
cium dan bisikkan sgala ingin
kala hidup smakin sepi
malam dan gelap 


oleh Feriyanto Arief pada 14 Mei 2011 jam 17:44
 
panas dan sesaknya kereta itu
perlahan sirna juga saat pagi
diamana kelebat bayang sisa malam
pepohonan, sawah, ladang 
dan perkampungan berselimut embun
datang menyejukkan...

walau tak tampak jelas benar
kurasakan pasti
bahwa semua yang terlewat tadi
bukan suatu yang asing
pada jiwa penuh kerinduan ini.

ada begitu banyak cerita tertahan
begitu menyesak untuk diungkapkan
ada begitu banyak ingin
yang harus dituntaskan.

lalu kitapun saling berkomunikasi
melalui segala perangkat yang ada
tentang mimpi, tentang janji
tentang segala
dimana jadikan kita berikatan
tanpa harus saling berdekatan

pada suatu ruang di kota ini
kemudian kita saling berjanji
bahwa apapun yang terjadi nanti
adalah titian
dimana kita harus saling menepati...



oleh Feriyanto Arief pada 12 Mei 2011 jam 7:49
 
I. Teminal Ibu Kota
"kemana mbak ?"
"jawa".
"tariiiiiik !".

II. Bis
terngungu aku memabayangkan sambutmu

III. Terminal Kecil Kota Kecil Jawa
"ojek mbak, kebetulan, aku tetangga desa itu"
"berapa ?"
"lima belas, maklum lebaran".

IV. Batas Desa
kang, lihatlah denokmu pulang.

V. Makam
kubawakan bunga, dan segenap rindu jiwa. 



FA

solo, 21082011

 
02.00 wib.

jakarta, mati dini hari ini

hanya gending tlutur mengalun pelan

semua tunduk terdiam

berjalan perlahan mengantarkan ke pemakaman




FA

jakarta, 25082011

*gending tlutur : gending jawa pada upacara kematian

mata malam

doa

9/27/2011

0 Comments

 
embun dari lembabnya malam

basahkan tanah

merangkum biji rambutan terbuang

segera berkecambah

amiin



FA

bogor,260820011

 
akhirnya malam menghidangkan kepada kita senampan lelah

setelah sebelumnya rakus kita saling hirup kata, engkau tanpa campuran dan aku lebih suka yang blend

mau bagaimana lagi, huruf demi huruf yang kita kudap menjadi kata ternyata tak cukup memuaskan

untuk itu bersama kita memasuki malam dan mencari kalimat untuk kita dapat terkenyangkan

gerai demi gerai kita telusuri disela hiruk pikuk manusia penuhi setiap meja yang ada. ku kata, negeri kita tidak miskin kok.

terdampar kita akhirnya di sudut sebuah perempatan

tepat dimana selera kita saling sepakat. ini kalimat yang kita cari

walau hanya di kaki lima, walau bahkan tanpa tenda

rakus kita mengunyah sesudahnya, engkau nambah, akupun juga.

merasa terpuaskan, hati terasa ringan

dan dengan bebas kau jejalkan padaku kembali huruf, kata dan kalimat. bersama serombongan temanmu

diiringi nyanyian, diiringi band ajaran.

yah, akhirnya aku menyerah pada lelah



FA

Jakarta, 26082011


sajak, sastra, puisi, poetry, poem, writing, menulis, cerpen, novel, diksi,