sajak, sastra, puisi, poetry, poem, writing, menulis, cerpen, novel, diksi,
 
benarkah cinta semanis gula-gula
seindah kuntum bunga
semanis madu sumbawa
selembut embun di nirwana
sehalus belaian angin senja
lalu cinta apa yang ku punya
yang membuatku terus tersudut, terhempas, terjerembab
oleh kata-kata dan sikapmu, kekasih ?


Elok Puspa Yuning
 
tahukah kau, deretan kalimat yang kau lontarkan membuatku makin terpuruk
lalu aku mencoba tegar, membalas kalimatmu dengan nada sakit yang sama
kemudian kita terdiam, saling puas karena bisa saling mencaci
lantas, ketika kau putuskan untuk menjauh
kenapa aku yang benar-benar terluka
betapa kusadari, cinta yang kumiliki terlalu besar untukmu
untuk engkau, yang tak pernah mengangga aku ada


Elok Puspa Yuning
 
lewat senyum dan tatap matamu
aku tahu betapa dalam cinta yang kau bawa
berusaha memberiku yang terindah
menaungiku dengan kasih tanpa batas
merengkuhku dengan cinta tanpa syarat
lalu aku merasa berdosa
sebab, seabad lalu, dia sebelummu telah menawanku
dengan cinta yang sulit di maknai, dengan cinta yang membuatku sakit
tapi inilah aku, aku mencintai matahariku lebih dari sebuah cinta yang biasa


Elok Puspa Yuning
 

Sejak kapan tak lagi kunikmati aroma cinta
setelah sepenggal dusta terpaksa kutelan dengan nafas tercekik
nafas cinta yang kau renggut sebagian dan sempat membuatku limbung
untuk kau berikan padanya, yang kau sebut peri kecil berbulu beludru

lalu jantungku pengap
mengurai tangis semerah darah
yang getarnya tak jua memanggil hatimu kembali
sebab teduh senyum yang terpeta di bibirnya
membutakanmu untuk tahu, bahwa cintaku bukan cinta biasa

sejak kapan, seluruh persendianku mati rasa
bahkan untuk melukis gurat-gurat cinta terpenggalmu untukku
bahkan untuk menulis bahwa mata elangmu pernah memenjarakan seluruh rasaku
bahkan untuk mengatakan selamanya engkau takkan terganti

lalu ketika kau menemuiku dengan paras pucat
dengan aroma dekil dan mata yang lusuh
segenggam cerita pedih tentang cintamu yang terkoyak oleh senyum peri berbulu beludru itu
mestikah aku tertawa dan membiarkan lautan duka itu menenggelamkanmu?
mestikah aku bersorak melihatmu meringis patah dalam diam kesakitanmu?
dan kembali pertahananku luruh, ketika kubiarkan kau menangis dalam rangkumku
aku memang tak pernah tiada untukmu, matahari, keluhku letih
walau saat tangismu mereda, senyummu sempat terkembang, dan bibirmu bergumam
" terima kasih untuk segala perasaan tulusmu puspa, untuk sekian lama rasa setiamu untukku, tapi jangan berharap lebih, sebab petualanganku belum ingin berakhir hingga saat ini "

sajak, sastra, puisi, poetry, poem, writing, menulis, cerpen, novel, diksi,