sajak, sastra, puisi, poetry, poem, writing, menulis, cerpen, novel, diksi,
 
jejak itu

menapak pada jalan yang kau lalui

menyisakan guratan panjang

riwayat pengembaraanmu, atas diriku

pada jejak itu pula

telah kau tandai tempat persinggahan

ruang meneduh dari gerimis

membiarkan cap bibir kita merekat pada dinding-dinding gua

sejak itu, jejakmu

menancap di tubuhku

merupa tatto

senantiasa mengingatkanmu

menelusurinya kembali!



Langit Lembang, Juli 2010

 
(surat untuk my jasmine)
 
kau kenal bintang, Beib?
ia adalah benda langit
memancarkan cahaya
miliknya sendiri
tak usah  pinjam dari benda lain
 
mengapa ujungnya meruncing, Beib?
seperti pensilmu, tatkala di bangku sekolah dasar
ketika  runcing
maka tulisanmu akan semakin rapih
halus melaju
 
sekali waktu kau pernah bertanya:
mengapa bintang pendarnya tak sama, Bunda?
tentu, karena ia
punya jumlah cahaya yang berbeda
seperti aku, kau dan orang lain
 
 
tak usah heran jika nanti didapati
bintang baru, Beib
 
karena kehidupan adalah perjalanan
untuk bertumbuh
 
untuk berkembang
 
 
"Aku mau  menjadi bintang, Bunda."
 
 
Langit Lembang, 4 Oktober 2011
 
seperti angin menghembus malam


hingga ke tepi


biarkan sepotong rembulan menarik pekat


menyimpan kabarmu


di laci bintang-bintang


"ada berapa huruf tersisa, Bung?"





Nani S. Karyono
 
biarkan helaian daun
berjatuhan
ditumpangi butian air hujan
meluruh, dalam senja yang redup

tatap saja, Beib
nikmati
tak usah menyangkalnya
karena bersamanya menyatu
rahasia
tak sepenuhnya mesti kau pahami
tapi Dia menginginkannya



Nani S. Karyono
Langit Lembang, 18092011

 
aku menyebut dia: perempuan itu !

yang menghampiriku

memecah khusyuk, tanpa sebab

sesuka hatinya mengidung puji-pujian untuk dewa Amor

dan anak panah yang diluncurkannya

aku mengatai dia: perempuan itu !

membisik di telingaku: “mulutku seharum bunga”

tak mengindra

membiarkanku menyaksikan sisa kelopak bunga berguguran

dari sudut bibirnya

sudah tak berwarna

aku memaki dia: perempuan itu !

menyalip langkahku, tanpa sebab

gemerincing suara gelang kakinya

tak lekang menggoda

aku merajam dia: perempuan itu !

yang kerling matanya telah membatukanmu



Langit Lembang, Juli 2010

 
kupetik janjiku

dari tangkai-tangkai harapanmu

di ladang, telah kutabur pupuk pada

benih kata-kata yang kau semaikan

kini menggelantung, menggelembung menjadi bulir-bulir kalimat

telah pula kurajut renda pada

gairah yang kau bisikkan setiap tengah malam

tengoklah, kini menghampar, mewujud permadani

menerbangkanku, menjelajah belahan pulau-pulau impian

aku pun telah melepaskannya: buhul itu!

pada ayunanku

yang terbuat dari kain panjang diantara dua batang pohon kersenmu

“bukankah aku tampak bukan bayi lagi?”

wahai kau, anak gunung!

biar

tak ingin kutepati janjiku untuk segera

membaringkanmu dalam peti kenangan sebab

kau tetap malam

kau tetap desir

lebih dari itu, namamu masih tercatat dalam

lembar-lembar surat dakwaanku!




Langit Lembang, Juni 2010

 
terima kasih telah kau hujankan, sayang
bermangkuk-mangkuk es krim, duhai
merayu beku bibirku, saat gemintang genit mulai berkerlip
sabtu malam penuh blueberry

bayarlah di kassa, katamu mengingatkan
merapikan meja perjamuan, sebab
jam dinding baru saja berdentang dua belas kali
waktunya mengunci malam

hohoho….
tentu sayang, jawabku
kulunasi segera, tanpa kredit!
kau telah membuatku menyukai masamnya blueberry

aduh !
ada apa ini, entah mengapa dompetku mengunci seketika
tak sopan, manakala hatiku justru ingin membuka

mengapa tak mau kompromi ?
jarum jam dinding tega melubangi kantung jam malamku
menipiskannya
menghimpit ruang gerakku
pada yahoo messenger
pada facebook
pada handphone

aaarrrgggh….!
sejujurnya, aku memang Cinderella, sayang
harus segera menaiki kereta labu
kembali menemui tungku

aku melaju menembus pekatnya malam
hey Bung, ambil saja kembaliannya!
kapan-kapan saja kupesan lagi es krim-mu ya….



Langit Lembang, Juni 2010

 
sabtu sore ini, ingin kuucapkan terima kasih
padamu, karena
bulan yang kupenggal hingga
terbelah dua, kemarin
telah kaurekatkan
tak ada lagi bulan sepotong, Kakang

menghiasi bagai buah cherry di atas mimpi-mimpiku
menempel pada dinding juga
langit kamarku
dalam warna yang bercahaya ketika kugelapkan

ya
selama ini, selalu kuhujat sepotong bulan
dalam sapa pagi hari yang lancung tertelan, dalam
riwayat siang hari, manakala kupersatukan dari yang terserak
pula di awal kesenyapan, saat semestinya kupanjatkan doa-doa kudus
tidak lagi ! sekarang telah meluruh
karenamu

minggu sore ini, hendak kusampaikan sukacita
padamu

dalam desah yang terbata-bata:
sehampar asa telah kuselimutkan, kau lihat
pada purnama raya yang menggantung di kapstok langit, mesk
ia juntrung
hanya pada hitungan ke-empatbelas
“bulan tok, bulan tok, bulane segede batok….”


Langit Lembang, Juni 2010

 
seharusnya
pita di lubuk hatimu
kubuat simpul
agar tak lepas, terpatri
hingga angin tak sesukanya
mengibarkan
menerbangkan hasratmu entah kemana

semestinya
tak perlu kunanti purnama meredup, biar
atas nama cinta kusematkan
setiamu, sejak semalam




Langit Lembang, Juni 2010

 
aku mencium harum dirimu, Dinda
menyeruak dari sela-sela rambutmu, karna itu

coba kugapai, ingin
kupilin-pilin rambut panjangmu, dan
aku melaju, melintasi hamparan jarak
aku menantikanmu, Dinda

segelas air jeruk menemani
oranye, seperti kisah kita di masa silam, tentu
dalam warna masa kanak-kanak yang bersahaja

kucari anggunmu dalam senyuman manis
gelak tawa dan canda
detik demi detik, hingga
waktu memengal perjumpaan, kau
tetap dalam bayang-bayang

kau tahu, Dinda
rindu masih berjatuhan
dari kuku jari-jariku, entah

sampai kapan



Langit Lembang, 24 Mei 2010


sajak, sastra, puisi, poetry, poem, writing, menulis, cerpen, novel, diksi,