sajak, sastra, puisi, poetry, poem, writing, menulis, cerpen, novel, diksi,
 
oleh: Idah Nuryati


Aku berjalan menyusuri pantai berpasir putih, mentari pagi menyinari pasir basah bekas air pasang semalam, di lepas laut masih terihat beberapa perahu nelayan yang kan menepi. Seorang bocah berseragam sekolah berlari terengah-engah, tas di punggungnya berayun-ayun, tangan mungilnya menenteng seikat ikan segar “ Bu.. ibu... tunggu sebentar bu...” suara nyaringnya terdengar bersama deburan ombak. Aku menghentikan langkahku, bocah berjalan lelah mendekatiku, kulitnya yang hitam tampak mengkilat dengan keringat di keningnya, rambutnya jarang agak memerah, kemeja yang tak putih lagi dengan kancing yang lepas, celana merah tanpa sabuk dan sepatu yang kusam sedikit dobol.
Bocah menatapku kerung , rupanya mentari membuat matanya silau : Bu... tolong beli ikan ini, hanya lima ribu rupiah saja” kata Bocah sambilmengulurkan tangan mungilnya yang kurus “ Kamu mau pergi sekolah ya? “ Aku abaikan uluran tangannya “ Iya bu, hari ini saya harus membeli buku LKS dari guru, Emak tidak punya uang, Bapa sudah dua minggu bekerja pergi ke kota, belum pulang atau mengirim uang “ dia berhenti menarik nafas panjang “ Kalau hari ini saya tidak bisa membayar buku LKS saya tidak bisa ikut belajar, karena saya tidak boleh meminjam atau fotocopy punya teman” Aku terdiam, kupalingkan wajahku ke arah laut yang berombak, berdebur, beradu dan bergemuruh, sama seperti suara batinku.
“ Nak, sekolahmu dimana ? “ “ di SD dekat pasar ikan bu “ “ Kalau begitu, bawa saja ikan itu untuk kamu makan dengan ibumu, sekarang kita , ke sekolah saja, ibu ingin bertemu dengan gurumu” “ Jangan Ibu, nanti saya dimarahi bu Guru..” “ Tidak nak, nanti ibu yang akan berbicara dengan gurumu.
Kami berjalan agak cepat menuju SD di samping Pasar Ikan. Beberapa anak berseragam Putih Merah sudah ramai memenuhi lapangan sekolah rupanya mereka sedang siap-siap melaksanakan upacara bendera, beberapa guru laki-laki sibuk menyiapkan sound sistem. Aku mengajak Bocah ke kantor menghadap kepala sekolah, aku ceritakan dengan singkat bahwa mulai hari itu Bocah menjadi anak asuhku, seluruh keperluan sekolah Bocah menjadi tanggungjawabku. Setelah membayar semua keperluan Bocah untuk setahun ajaran ini, aku pamit dan berpesan kepada Bocah, agar bersungguhsungguh belajar dan membantu kedua orangtu. Mata bocah berlinang, ia berterima kasih dan mencium tanganku.
Kutinggalkan kartu nama agar Bocah dan Kepala Sekolah bisa menghubungiku jika perlu.
Aku kembali pe pantai yang telah hangat disinari mentari, kulepas sandal kulitku, biar terasa hangatnya pasir di telapak kaki. Daun-daun kelapa yang hijau nampak berkilau , rupanya embun bekas tadi malam masih riang menari bersama sinar mentari.
Dan akupun selalu berharap agar Bocah-bocah di pesisir ini semangatnya tetap bersinar seperti mentari pagi.




Leave a Reply.

    Author

    Write something about yourself. No need to be fancy, just an overview.

    Archives

    November 2011

    Categories

    All


sajak, sastra, puisi, poetry, poem, writing, menulis, cerpen, novel, diksi,