Sutan Iwan Soekri Munaf
Malam, begitu jauh berjalan masih saja rindu kau dapatkan di antara sepi yang tertinggal pada setiap berganti tanggal Dan malam tak pernah letih menanti pagi penuh mimpi ssdang kata semakin risi dalam pelukkan bayang-bayang. Lebih ingin kau diamkan setelah kaki waktu berhenti dan semua tersimpan lantas engkau menggumamkan lagu yang tak pernah henti menggodaku! Malam pun berhenti melangkah membawa seribu gundah… Bekasi – okt 2010 Antara Jatibening dan Milhac Aku tidak ingin lagi terperangkap dalam kotak empat walau sudah tiba di hari ke tujuh Dan menahun menunggu bayang-bayang sendiri selalu malam menggiring mimpi sambil melemparkan lagi rindu yang hasrat ke dalam setiap tubuh Beginikah waktu yang selalu kurajut? Jangan lagi ketuk. Buka pintu dan masuk! Aku berdiri menatap langit. Barangkali satu bintang akan mampir dan memberi cahaya ke dalam ruang kelam. Aku menjadi khusyuk. Jangan lagi tertawa di luar sana. Kata tak selalu keluar dari bibir dan mata banyak bercerita tentang waktu yang tak berkabar berita... Barangkali aku singgah sebentar memandang menara Eiffel dan berlalu di antara angin menggigit masuk ke metro sambil menatap ke dada Melani yang putih diremas jemari Pierre yang hitam dan terdengar suara erangan di antara denyit pintu terbuka Dan malam pun kembali duduk di ranjang menonton TV dalam bahasa yang tak kumengerti Tapi kupahami! Semalam. Datang lagi. Berapa kali harus kubuka hati agar rindu tak berbagi? Karena waktu selalu berjaga Aku selalu menduga-duga Aku sudah siap. Biar pun sekerjap tak ingin kumeratap. Biarlah aku menangkap waktu yang tersekap! Dalam kotak empat pada hari ke tujuh selalu melompat-lompat dan kemudian luruh menjadi tanah menjadi tanah! Kalau begini, aku mengigau rindu dalam ceracau waktu! Waktu selalu berjaga Aku menduga-duga Dan di negeri beku tak ada lagi kata-kata Selain menyebut nama Mu! Sutan Iwan Soekri Munaf: Milhac 2003 aku sadari
aku suka padamu seperti malam dengan bintang kita berjalan berpegang tangan dan kamu selalu menyebut nama bintang sambil kamu sandarkan kepalamu di dadaku aku rasakan! sungguh! ini bukan mimpi Sutan Iwan Soekri Munaf Bekasi 2011 aku tidak main-main
kendati engkau masih meragukan bagaimana caranya mengatakan aku akan datang dan ingin duduk bersamamu sambil melepas rindu lihatlah dalam kelamnya malam angin melepas dingin aku masih mencari cara bagaimana menerjemahkan cinta sungguh! hatiku tak kemana karena setiap langkah ada matamu terdedah dan aku semakin menggila! Sutan Iwan Soekri Munaf bekasi-sept-2011 Kepada A, Catatan dari sebuah warung
Mata tajam. Cahya gempita hamburkan bilik kalbu. Adakah mentari memanggang bayang-bayang lelaki? Dari kilat jangat putih menjalar berahi di antara rambutmu mengibas waktu. Beku dan jatuh sibak misteri. Iseng pun terpantul dalam jerat rindu datang memukul-mukul Ketika anganku menggapai matamu Dalam. Kembara hari ke hari merangkul dendam lelaki dari dada penuh aroma. Di mana jalanku? Buta. Kelam waktu di mana-mana mencari kata entah untuk siapa ... Kaukah perempuan rindu itu yang berkaca dalam prisma kata: Memancar ke hati dan meluncur ke dalam jiwa? Akulah lelaki yang dipermainkan sepi setelah menatapmu. Sungguh, perempuanku! Tak ada kalimat lagi secerah tatapan mata tanpa goda hanya penuh makna Barangkali malam ini lahir. Seribu mimpi pun segera beranjak. Aku merengkuh rindu itu di antara matamu Semuanya jadi hampa: Ketika kau tak lagi di sini! Johor Bahru - April 1999 ada kuterima telpon
dan kudengar suara itu terasa sekali: merdu! suara jauh di balik sana membuka seluruh jiwa: aku hanya transit di jakarta! ah! sungguh suara itu datang tiba-tiba dan hilang seketika hanya gemanya kembali: senantiasa! karya: Sutan Iwan Soekri Munaf bekasi okt 2011 pada Uni
Permintaanmu sederhana dan tidak mengada-ada kini tidak pernah bisa terpenuhi. Aku hilang daya Aku sasar makna melangkahi: waktu dan ruang Aku cari rindu untuk bertemu. Kini semua: Kosong! Sepasang matamu menjadi pisau tajam mengerat-erat jantung dan hati. Barangkali bukan dendam dan bukan tatap melompong. Aku akan selalu menafsirkan dari sudut perjalanan : Inikah lagu orang kalahan? Langkah waktu dan ruang sudah semakin jauh dari rangkak kaki. Semua berjalan, juga kamu Aku membaca rindu yang tumpah : Rapuh tanpa peluk tanpa cium kamu.... Jakarta, 2 Juni 1998 SUTAN IWAN SOEKRI MUNAF Aku itu: Rindu
Aku itu: Bosan Aku itu cair. Aku itu beku. Aku itu terang. Aku itu padam. Aku itu: Lampu Aku itu berat. Aku itu ringan. Aku itu cinta. Aku itu benci. Aku itu: Angan-angan Aku itu kata-kata Aku itu perilaku Aku itu jalan Aku itu kebun Aku itu pohon. Aku itu hewan. Aku itu: Rimba. Aku itu gunung. Aku itu batu. Aku itu: Debu. Aku itu datang. Aku itu pergi. Aku itu: Korban Aku itu bunga. Aku itu rumput. Aku itu: Embun. Aku itu subuh. Aku itu Isya. Aku itu: Waktu Aku itu detak. Aku itu diam. Aku itu: Sepatu Aku itu berita. Aku itu bahasa. Aku itu: Geresehpeseh-geresehpeseh-geresehpeseh Aku itu puisi. Aku itu manuskrip. Aku itu prasasti. Aku itu intelektual. Aku itu: Ubruggudubrug-ubruggudubrug-ubruggudubrug-ubruggudubrug Aku itu tanah. Aku itu langit. Aku itu bara. Aku itu salju. Aku itu hujan. Aku itu panas. Aku itu malam. Aku itu siang. Aku itu bulan. Aku itu matahari. Aku itu: geresehpeseh-geresehpeseh-geresehpeseh Aku itu benda. Aku itu mekanik. Aku itu listrik. Aku itu robot. Aku itu pejabat. Aku itu rakyat. Aku itu suara. Aku itu takut. Aku itu berani. Aku itu senjata. Aku itu berangus. Aku itu sekap. Aku itu penjara. Aku itu merdeka. Aku itu sendiri. Aku itu baris-baris. Aku itu telanjang. Aku itu stelan jas. Aku itu: Gedebergerebeg-gedebergerebeg-gedebergerebeg. Aku itu sayap. Aku itu sirip. Aku itu tangan. Aku itu letih. Aku itu kayuh. Aku itu perahu. Aku itu laut. Aku itu sungai. Aku itu danau. Aku itu ikan. Aku itu: Burung. Aku itu kepala. Aku itu geleng-geleng. Aku itu terbang. Aku itu berenang. Aku itu: Tenggelam Aku itu kantuk. Aku itu jaga. Aku itu mata. Aku itu liar. Aku itu dendam. Aku itu ramah. Aku itu aktor. Aku itu kencing. Aku itu berak. Aku itu lari. Aku itu tidur. Aku itu lapar. Aku itu makan. Aku itu: Ketepak-ketipung-ketepak-ketipung-ketepak-ketipung Aku itu: Lantas, siapa kamu? Jakarta, 1998 SUTAN IWAN SOEKRI MUNAF pro: Elly Carmelia
Hari ini kita bertemu dan tak bicara apa-apa karena waktu membeku dalam matamu Aku tak sanggup mencairkan rindu setelah sekian lama berpisah. Malah senja semakin kembara di antara waktu tanpa pernah kita tahu Hari ini di sungai diam waktu pun mengalir Diammu masih diam batu kali Hari ini rindu pun hilang selama waktu memisahkan. Semakin dalam terasa semakin mendekatkan waktu yang hilang Hari ini tidak lagi kopi disentuh selain senyummu masih terasa sampai kapan. Sampai kapan pun! Jakarta, 29 nov 1994 SUTAN IWAN SOEKRI MUNAF |