oleh Nani S. Karyono pada 28 Oktober 2009 jam 20:09
rincik
rebah di kaca jendela, ruang kita
bingkainya melepuh
senja bersikukuh
mengantarkan secangkir teh yang kita reguk
butirnya menyeruak
berpendar dalam setiap desah
basah
menyergap ujung dahan
yang bunganya kita untai siang tadi
“untuk geishaku,” bisikmu di sela-sela anak rambutku
seraya menyisipkan
kuntum, pada gelung rambut yang kubuat
harumnya telah merekahkan kelopak rinduku
rincik
rebah pada cangkirku
bingkainya bergetar, butirnya meluap
mengendap desir, menyampaikan sayup
melambai pada sudut asa
yang telah kutitipkan
gincu di bibirmu
(2009)
(MEMOIRS OF GEISHA....#1)
rincik
rebah di kaca jendela, ruang kita
bingkainya melepuh
senja bersikukuh
mengantarkan secangkir teh yang kita reguk
butirnya menyeruak
berpendar dalam setiap desah
basah
menyergap ujung dahan
yang bunganya kita untai siang tadi
“untuk geishaku,” bisikmu di sela-sela anak rambutku
seraya menyisipkan
kuntum, pada gelung rambut yang kubuat
harumnya telah merekahkan kelopak rinduku
rincik
rebah pada cangkirku
bingkainya bergetar, butirnya meluap
mengendap desir, menyampaikan sayup
melambai pada sudut asa
yang telah kutitipkan
gincu di bibirmu
(2009)
(MEMOIRS OF GEISHA....#1)