sajak, sastra, puisi, poetry, poem, writing, menulis, cerpen, novel, diksi,
 
aku menyebut dia: perempuan itu !

yang menghampiriku

memecah khusyuk, tanpa sebab

sesuka hatinya mengidung puji-pujian untuk dewa Amor

dan anak panah yang diluncurkannya

aku mengatai dia: perempuan itu !

membisik di telingaku: “mulutku seharum bunga”

tak mengindra

membiarkanku menyaksikan sisa kelopak bunga berguguran

dari sudut bibirnya

sudah tak berwarna

aku memaki dia: perempuan itu !

menyalip langkahku, tanpa sebab

gemerincing suara gelang kakinya

tak lekang menggoda

aku merajam dia: perempuan itu !

yang kerling matanya telah membatukanmu



Langit Lembang, Juli 2010

 
kupetik janjiku

dari tangkai-tangkai harapanmu

di ladang, telah kutabur pupuk pada

benih kata-kata yang kau semaikan

kini menggelantung, menggelembung menjadi bulir-bulir kalimat

telah pula kurajut renda pada

gairah yang kau bisikkan setiap tengah malam

tengoklah, kini menghampar, mewujud permadani

menerbangkanku, menjelajah belahan pulau-pulau impian

aku pun telah melepaskannya: buhul itu!

pada ayunanku

yang terbuat dari kain panjang diantara dua batang pohon kersenmu

“bukankah aku tampak bukan bayi lagi?”

wahai kau, anak gunung!

biar

tak ingin kutepati janjiku untuk segera

membaringkanmu dalam peti kenangan sebab

kau tetap malam

kau tetap desir

lebih dari itu, namamu masih tercatat dalam

lembar-lembar surat dakwaanku!




Langit Lembang, Juni 2010

 
terima kasih telah kau hujankan, sayang
bermangkuk-mangkuk es krim, duhai
merayu beku bibirku, saat gemintang genit mulai berkerlip
sabtu malam penuh blueberry

bayarlah di kassa, katamu mengingatkan
merapikan meja perjamuan, sebab
jam dinding baru saja berdentang dua belas kali
waktunya mengunci malam

hohoho….
tentu sayang, jawabku
kulunasi segera, tanpa kredit!
kau telah membuatku menyukai masamnya blueberry

aduh !
ada apa ini, entah mengapa dompetku mengunci seketika
tak sopan, manakala hatiku justru ingin membuka

mengapa tak mau kompromi ?
jarum jam dinding tega melubangi kantung jam malamku
menipiskannya
menghimpit ruang gerakku
pada yahoo messenger
pada facebook
pada handphone

aaarrrgggh….!
sejujurnya, aku memang Cinderella, sayang
harus segera menaiki kereta labu
kembali menemui tungku

aku melaju menembus pekatnya malam
hey Bung, ambil saja kembaliannya!
kapan-kapan saja kupesan lagi es krim-mu ya….



Langit Lembang, Juni 2010

 
sabtu sore ini, ingin kuucapkan terima kasih
padamu, karena
bulan yang kupenggal hingga
terbelah dua, kemarin
telah kaurekatkan
tak ada lagi bulan sepotong, Kakang

menghiasi bagai buah cherry di atas mimpi-mimpiku
menempel pada dinding juga
langit kamarku
dalam warna yang bercahaya ketika kugelapkan

ya
selama ini, selalu kuhujat sepotong bulan
dalam sapa pagi hari yang lancung tertelan, dalam
riwayat siang hari, manakala kupersatukan dari yang terserak
pula di awal kesenyapan, saat semestinya kupanjatkan doa-doa kudus
tidak lagi ! sekarang telah meluruh
karenamu

minggu sore ini, hendak kusampaikan sukacita
padamu

dalam desah yang terbata-bata:
sehampar asa telah kuselimutkan, kau lihat
pada purnama raya yang menggantung di kapstok langit, mesk
ia juntrung
hanya pada hitungan ke-empatbelas
“bulan tok, bulan tok, bulane segede batok….”


Langit Lembang, Juni 2010

 
seharusnya
pita di lubuk hatimu
kubuat simpul
agar tak lepas, terpatri
hingga angin tak sesukanya
mengibarkan
menerbangkan hasratmu entah kemana

semestinya
tak perlu kunanti purnama meredup, biar
atas nama cinta kusematkan
setiamu, sejak semalam




Langit Lembang, Juni 2010

 
aku mencium harum dirimu, Dinda
menyeruak dari sela-sela rambutmu, karna itu

coba kugapai, ingin
kupilin-pilin rambut panjangmu, dan
aku melaju, melintasi hamparan jarak
aku menantikanmu, Dinda

segelas air jeruk menemani
oranye, seperti kisah kita di masa silam, tentu
dalam warna masa kanak-kanak yang bersahaja

kucari anggunmu dalam senyuman manis
gelak tawa dan canda
detik demi detik, hingga
waktu memengal perjumpaan, kau
tetap dalam bayang-bayang

kau tahu, Dinda
rindu masih berjatuhan
dari kuku jari-jariku, entah

sampai kapan



Langit Lembang, 24 Mei 2010

 
malam itu
diantara riuh tepuk tangan tetamu
seseorang membisikkannya di telingamu
dengan penuh gairah
mengajakmu
menjelajah melalui belalak matamu dan
jakunmu yang bergerak turun naik
menyelinap diam-diam

mengendap-endap ibarat bujukan candu
kau ikut menadahkan mangkuk hasrat ketika
canda genit dilantunkan dari bibir merah
tembang-tembang asihan dan
liukkan pinggul, tubuh yang menggeliat
perhelatan bagai karamel yang lengket dan manis
merasukimu bahkan setelah musim panen usai
kau kulum
dari panggung ke panggung

sssttt..!
nyi ronggeng akan tampil tengah malam
mengalungkan kerlingan dan sampurnya yang harum
tariannya menghentak sukma
sesekali memunggungimu
meramu badai
merupa secawan madu
“kau mau?”



Langit Lembang, April 2010

*sebuah kenangan masa kecil, dalam dunia tayuban,

daerah pesisir Indramayu- Cirebon.

Mungkin sekarang sudah tak ada lagi, entah...


 
inginmu
memetik lampu-lampu kota
saat senja tiba
mengupasnya satu per satu
menjadikannya kerlipan sejuta bintang
meski tak kupahami mana sudutnya

inginmu melewatkan temaram bersamaku
menenggak detik-detik kesunyian yang mendanau
melahap sepiring perbincangan hingga
bersendawa tawa canda
mengabaikan bingkai waktu

inginmu memujaku bak pujangga
merangkai puisi tentang rembulan bulat penuh
menerangi kelam langitku
memupus kabut

inginmu sesungguhnya
membuat setiap malamku
bernyawa



Langit Lembang, maret 2010

 
kutangisi langit
kemarau tahun lalu
kau bergumam diantara hembusan asap rokokmu: itu risalah!
tetesan air mata perlahan membasahi pipiku hingga ke ujungnya

kucium telapak kakimu
memohon agar tak meranggas
kau menyendok dedak kopi dari dasar gelas
mengemutnya
menelannya
ucapmu: itu juga risalah!
daun-daun dari pohon yang kutanam kemudian mulai menguning

aku merintih
tersedak
betapa banyak kerikil ketika kutelan ludah
sungguh, aku ingin menggugatmu !
menghitung surut sepanjang perkaribanku dengan matahari, awan, rembulan
melepas nasib atas caping di kepalaku

O, aku lelah
tak lekang merasi demi
menyemai
menyiangi
memetik
mawar di hatimu




Langit Lembang, April 2010

 
kuhampiri kau
angin mengirim aroma tubuhmu
seharum kamboja, mirip wewangian
dimana kekasihku telah terlelap di ranjangnya
yang gelap dan sempit
tak seorangpun berhasrat menyapamu atau
mungkin sebagian orang beranggapan
kau tak lagi wujud

kutemukan kau
sembunyi di bawah rel
kereta api Parahyangan yang melintas
setengah jam lalu menuju Jakarta
kudapati kau menggigil
tubuhmu sedingin balok es
dengan bibir membeku seolah
kau memang tak dapat berkata-kata
bahkan untuk sekadar
menyebutkan siapa dirimu

ah,
kupungut saja kau
menyimpannya di saku celana jeansku
dibalut sapu tangan kumal berhias sulaman
dua huruf kapital pada salah satu sudutnya
sebab
kudengar dari pengeras suara
katanya:
kau tersesat
lupa arah kembali pulang
peluit baru saja dibunyikan, kereta api berikutnya segera berangkat !



Langit Lembang, 10 April 2010


sajak, sastra, puisi, poetry, poem, writing, menulis, cerpen, novel, diksi,