sajak, sastra, puisi, poetry, poem, writing, menulis, cerpen, novel, diksi,
 
Yus Marni

Kalut

Senja temaram berselimut kabut
disunting malam makin mengkerut
batinkupun menciut
malam ini penuh kemelut
dokter itu membuatku bertambah takut

Malam ini juga ambil tindakan
mengapa ibu datang terlambat?
malam ini juga pasien harus hemodialisa!
tidak boleh telat
kalau telat bisa,...
aku tak bertanggungjawab,..
sediakan jaminannya

Maksudnya?
ya kalau telat takkan tertolong lagi!
ayo tuggu apa lagi!
rujuk secepatnya kini!
jaminan sediakan sekian!
siapkan berkas dan tandatangani surat surat!

Duh !
aku semakin takut
aku semakin kalut
Ya Tuhan benarkah yang dikatakan dokter itu?
Bahwa nyawanya tergantung hemodialisa?
keluarkan aku dari kemelut Ya Rabb
aku takut

Busyeet
ini dokter kampret
BukankanTuhan Maha Kuasa
penentu garis nasib manusia
bukan dokter
bukan hemodialisa
kulumat takut sendiri
kukulum dan kukencani
kugumuli dalam desah dan gelisah
berakhir pada kata pasrah
Pada Sang Penguasa

 
seonggok gandum
digudang belakang
lapuk menumpuk membusuk

seonggok gandum
digudang belakang
ditanam petani diladang ladang
ditanah subur membentang

hasilnya
ditumpuk digudang belakang
akhirnya terbuang

seonggok gandum yang malang
kau ditanam,
disiram,
dipupuk dan dipanen
namun akhirnya
menumpuk tak berguna
tak tau untuk apa dan jadi apa
akhirnya sia-sia
terbuang percuma



Kumaknai seonggok gandum dalam puisi:081011
 
Ratap kincir Tua
Meratap kincir ditinggal gabah
lesung berpuyan bercendawan
alu lapuk digantung zaman
kincir dicibir oleh air
duhaiii
meratap kincir ditinggal air
kincir termangu sendirian
lapuk dirayap digilas zaman
ahaii
dengarlah ratap sikincir tua
kini kincir tiada berguna
gabah dan air meninggalkanya
bagaikan tebu tinggal ampasnya
ahaii
malangnya nasib Sikincir Tua


Yus Marni
Kumaknai ratap Sikincir Tua dalam puisi:081011

 
Langit menyimpan mendung

diantara awan yang makin menghitam

membumbung gumapalan

kelepakkelepak kelam

gelegar halilintar menyambar

pantulkan

kilat yang bersilau kilau

mentari semakin enggan menyapa

apalagi berkencan dengan keadaan

rinai masih saja tak mau berlalu

sementara ditirai kaki langit sana

naga tak henti henti merayu

tawarkan pendar cahayanya yang menyilaukan

dan diloronglorong perut perut bumi

kunang-kunang menari menggoda

ular ular berkepala dua 

musang berbulu domba

tak hentinya memperdaya

janjikan mendung kan segera berlalu

hentikan badai yang sedang melanda

tawarkan cahaya yang kan menerangi

sementara aku masih diam terpaku

memaknai seringai naga,

geliat ular dan jurus jurus musang

beserta tarian kunang-kunang yang menggoda

daalm galau gerimis yang tak kunjung reda

batinku berontak katakan tidak

perangi semua rayuan bergalau

singkirkan derai derai rinai

susuri lorong lorong cahaya

nantikan sinar kebenaran

harapkan kejujuran

bermodalkan haqqulyakin



Kulukiskan menanti kejujuran dalam puisi:081011
 
Maaf, karena solar laris manis

mat solar naik daun

para taksi

anda harus bersabar

solar lagi dalam perjalanan

anda boleh tidur atau antre

menunggu mat solar mengantar

maaf anda tidak bisa membeli pakai galon atau jerigen

tapi entahlah yang tangkinya sudah direnov

anda boleh antre bersaing dengan lori

dan mobil-mobil industri

karena solar laris manis

anda harus antre dengan manis

walau hati menangis



kumaknai langkanya solar dalam puisi

071011

 
Walau mentari malu malu telah menyibak tirai peraduannya

disunting sore ditelan pekatnya malam

namun, izinkanlah ku kembali merajut renda-renda asa

diberanda rumah cinta kita yang telah renta

diberanda yang tiangtiangnya lapuk dimakan rayap

yang lantainya tiris tak bertilam

dengan modal ketulusan yang mendalam

akan kuanyam sebuah tilam

tempat membentangkan sejarah panjang perjalanan cinta kita

kan kusangga tiangtiang lapuknya dengansegenap jiwa

agar cinta kita semakin bermakna

bersama rotasi hidup ini

sebagaimana sianng memaknai malam

dan sebagaimana malam memaknai siang

dalam kkehidupan yang seimbbang




Yus Marni
Ku renda asa bersama puisi :071011
 
Jika memang kau sudah menemukan pelabuhan baru

tak usahlah kau berkilah menyalahkaan dermagaaku

silakan kau pancangkan sauhmu disitu

tak perlu berkelit

gelombang arus lautan akan setia mencatat

dimana saja kau pernah tertambat

biarkan ku tata dermagaku

bersama angan dan impian

karena kuyakin tak ada yang abadi

kecuali abadi itu sendiri



kumaknai pelabuhan dalam gelombang cinta
Yus Marni
061011
 
Biarkanlah cinta itu berlalu sesuai dengan gelombang dan iramanya, tak usah kau kecewa bahkan terluka. Karena memang itulah nyanyian cinta yang harus kau nikmati dengan berlapang dada. Bukankah cinta itu sebelumnya tidak pernah kita rencanakan kapan datangnya? Ia datang dan pergi sesukanya. Ketika ia datang manfaatkanlah ia sebaik-baiknya untuk merencanakan kehidupanmu yang bahagia, bila ia pergi manfaatkanlah ia sebagai alat uji untuk membuktikan bahwa dalam dirimu sebetulnya tersimpan mutiara yang berkualitas tinggi, yang harus kau bangkitkan dalam kehidupanmu ketika cinta yang menghiasi hidupmu telah pergi. Maka mutiara yang tersimpan pada dirimu akan menghiasi hidupmu jauh lebih indah dari hiasan cinta yang sudah pergi. Tak gunakau kecewa bahkan terluka, apalagi terpuruk,...hanya karena cinta.



Yus Marni
Kumaknai gelombang cinta dalam puisi

061011
 
Amboiii
alangkah berat ini beban
menjunjung besi bersenggulung batu
menyusuri lembah jurang berliku
lewati gang jalan buntu
menyusuri ruang patah arah

amboii
begitu berat peruntungan
menapaki jalan pendakian
tida tentu akhir tujuan
ditengah terik membakar badan
haus kemana kan dikeluhkan
lapar kemana kan dilulungkan
padang kok jauh dari pandangan
tempat berteduh harapkan jangan

duhaiii
bertanya kerbau pada pedati
masihkah jauh perhentian



Yus Marni
Kumaknai keluhan kerbau pada pedati

051011

 
Jika memang tak ada lagi jalan terbaik yang dapat kita tempuh untuk mengatasi semua sengkarut diantara kita ini haruskah kita saling menyakiti? Haruskah semua ini kita bumbui dengan rasa-rasa saling curiga, saling benci dan saling cibir,...hingga melahirkan orogansi dan mencelakai diri sendiri, membakar memberanguskan almamater sendiri dan mencabik baju didada sendiri,...hingga kita jadi bahan tontonan buat dipermalukan? Marilah kita berdamai dengan hati, bercermin pada nurani kita bingkai jendela hati menghiasi jati diri,agar amarah tak menyelimuti diri,...marilah,....kita maknai sengkarut ini dengan mengaca pada mata hati.

Yus Marni

sajak, sastra, puisi, poetry, poem, writing, menulis, cerpen, novel, diksi,