sajak, sastra, puisi, poetry, poem, writing, menulis, cerpen, novel, diksi,

Aduh

11/4/2011

0 Comments

 


Ia baru saja tiba. Setelan kerja masih belum berganti dengan baju rumahan ketika suara gedombrang terdengar dari arah dapur. Seketika ia berlari dan bergegas menuju dapur. 

" Aduh Adik, mama kan sudah bilang kalau mengambil sesuatu harus hati-hati. Kotor kan dapur mama ." suaranya terdengar keras dengan wajah berlipat. Seorang gadis kecil dilihatnya tengah memunguti sebutir telur yang pecah berhamburan di lantai.Gadis kecil itu tak mampu bersuara. Hanya hatinya yang tahu betapa menyesalnya ia.

Ia baru saja tiba. Setelan kerja masih belum berganti dengan pakaian rumahan ketika suara gedombrang terdengar dari arah dapur. Seketika ia berlari dan bergegas menuju dapur.

" Aduh sayang, lapar ya . Pasti si mbok belum memberimu makan. " Dibelainya seekor angora putih yang menghancurkan persediaan ikannya.

 

Sri Runia Komalayani

 


Termakan hatinya oleh obrolan sekelompok ibu-ibu yang asyik membicarakan pahala mendonorkan organ tubuh. Dalam usianya yang sudah renta, tentu saja ia mengharapkan timbunan pahala sebagai bekal pulang.

Esoknya , ia bergegas menemui seorang dokter. 
" Ibu, tekanan darah dan gula darah ibu sangat tinggi. Ginjal ibu sudah bermasalah. Hati ibu pun sudah tidak stabil. Tidak ada satu organ pun yang layak untuk didonorkan " dokter menginformasikan hasil pemeriksaannya.
Wajahnya yang penuh kerutan memperlihatkan ekspresi sangat sedih. 

" Ada satu hal yang utuh dan sangat bagus yang bisa ibu donorkan." dokter itu tersenyum, " ibu masih memiliki naluri keibuan yang sangat sempurna. " 

Setengah bingung wanita tua itu berlalu. Mengapa ia begitu lupa ?

Sri Runia Komalayani

 

" Kebersamaan kita walaupun hanya selama dalam perjalanan ke tempat kerja setiap pagi dan petang harus dipertanggungjawabkan. " itu kalimat pembukaan yang ia katakan selepas berjamaah Ashar dalam perjalanan pulang kali ini. Aku tidak memiliki keberanian menolak tawarannya mampir di masjid mana pun bila adzan sudah berkumandang.Aku sepakat dengan kalimat itu . Bukan tanpa beban bersama-sama dengan orang yang sama setiap pagi dan sore juga di tempat kerja karena perjalanan kami satu arah dan satu tujuan. 
.
" Aku ingin menikahimu. " 
Aku masih tidak mampu menjawab. Kebersamaan dalam hitungan hari ;karena memang belum genap satu bulan;mampukah menjelaskan perasaan apa yang sebenarnya melanda hati kami. Cinta, suka, atau sekadar keterpaksaan. Bukankah aku lebih tua darinya? Kenalkah ia akan akan karakterku dan pahamkah aku dengan karakternya? Pikiran-pikiran itu membelengguku. 
" Tidak ada jaminan lama atau tidaknya kita bersama untuk membuktikan bahwa kita saling cinta atau terpaksa. Pernikahan yang akan membuktikannya. Terlalu naif bila manusia seperti aku mempersoalkan perbedaan usia padahal kita sama-sama tahu perbedaan usia Rasulullah dengan Siti Aisyah saat menikah. Lalu perbedaan karakter? Apakah kita akan menjadi manusia yang tidak mengenal toleransi? ", ia melanjutkan ucapannya seolah-olah tahu jalan pikiranku.

Malam belum terlalu larut. Aku masih sibuk menata kegembiraan hati menikmati tugasku sebagai ibu dan istri. Perkataan lelaki itu yang kini menjadi suamiku memang benar. Pernikahanlah yang menguji apakah rasa yang ada di dalam jiwa benar-benar cinta atau sekadar ilusi sesaat. Biarlah Allah menuntaskan skenario-Nya dengan segala ke-Mahaajaiban-Nya

Sri Runia Komalayani

    Author

    Write something about yourself. No need to be fancy, just an overview.

    Archives

    November 2011

    Categories

    All


sajak, sastra, puisi, poetry, poem, writing, menulis, cerpen, novel, diksi,